Kisah
Ayah Imam Syafi'i yang inspiratif
Oleh: Fariz Alniezar
Suatu hari dalam
keadaan perut kosong, seorang pemuda menghabiskan waktu dengan cara merenung di
bawah pohon rindang, di tepi sungai yang airnya mengalir sangat jernih. Angin
bertiup semilir, udara terasa sangat sejuk.
Di tengah keheningan perenungannya, ia melihat sebiji buah delima hanyut di
tengah sungai. Rasa lapar mendorongnya untuk segera mengambil buah delima yang
ranum itu. Tanpa pikir panjang, ia segera melahapnya.
Ia baru sadar buah delima yang dimakan bukan haknya dan tidak jelas
asal-usulnya, ia pun menyesal. Namun, penyesalan tidaklah cukup pikirnya. Ia
bertekad untuk mencari pemilik delima demi untuk mengharap restu dan ikhlas
dari nya.
Setelah melakukan pencarian, pemuda itu mendapati sebuah pekarangan belakang
sebuah rumah yang ditumbuhi pohon delima. Sepanjang penelusuran yang dilakukan
olehnya, hanya pekarangan rumah itu yang di dalamnya terdapat pohon delima. Ia
pun segera bertamu ke rumah yang agak mentereng untuk ukuran saat itu.
Setelah membuka percakapan, sang pemuda akhirnya mengutarakan keperluannya
untuk meminta ridha atas perbuatannya, yakni memakan buah delima yg mungkin milik
tuan rumah yang hanyut terbawa arus sungai.
“Tidak bisa dan tidak semudah itu. Jika kau hendak meminta aku halalkan delima
yang sudah kau makan, ada syarat yang harus kau penuhi,” ucap tuan rumah.
“Apa syarat itu?” tanya si pemuda.
“Begini. Untuk menghalalkan delima itu, kau harus mengaji sekaligus menjadi
pelayanku selama dua tahun. Sanggup?”
Meski perasaannya sedikit bimbang, tapi persyaratan yang diajukan tuan rumah ia
jawab dengan anggukan. Kebimbangan bertarung dan akhirnya kalah oleh tekad
bulatnya ingin dinghalalkan atas buah delima yang telah ia makan.
Diminta menikah dengan Gadis "Buta, Tuli, dan Bisu"
Dua tahun berlalu
dengan penuh suka duka. Pemuda itu berhasil melewatinya dengan baik. Tuan rumah
sangat terkesan dengan segala tindakan dan terutama kecerdasan serta akhlaknya.
Merasa telah melewati persyaratan dengan baik, si pemuda menagih janji kepada
tuan rumah untuk mengikhlaskan sebiji
delima yang dua tahun lalu ia makan. Ternyata tuan rumah bergeming. Ia tak
kunjung memberikan ridho. Malah ia memberikan syarat tambahan.
“Menikahlah dengan putriku yang buta, tuli, bisu, lumpuh, dan buruk rupa,”
ujarnya.
Bagai disambar petir, perasaan campur aduk menghampiri pemuda itu. Ibarat
pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.
Pikirannya berontak. Ia pemuda tampan, hatinya berkata mana mungkin harus
menikah dengan perempuan yang seluruh inderanya tidak berfungsi. Namun, sekali
lagi, hati kecilnya tetap mendorongnya untuk bertekad mencari kehalalan buah
delima yang telah ia makan.
Pada hari yang ditentukan, pernikahan pun dilangsungkan. Setelah akad, si
pemuda dipersilakan masuk ke dalam kamar pengantin. Ia mendapati seorang
perempuan yang sangat cantik rupawan. Pemuda itu mendekatkan diri. Ia
mengamatinya dari dekat.
“Bukan. Saya pasti salah kamar,” katanya dalam hati.
Ia bergegas keluar kamar di mana ayah mertuanya tengah berdiri. Keduanya
terlibat percakapan. Sang mertua meyakinkan bahwa pemuda itu tidak salah kamar.
Mertuanya mengatakan perempuan di dalam kamar pengantin benar putrinya yang
memang tuli karena telinganya tidak pernah digunakan untuk mendengarkan gosip.
Buta karena matanya tidak pernah digunakan untuk maksiat. Bisu karena bibirnya
tidak pernah digunakan untuk menghujat dan mencibir. Serta lumpuh karena ia
tidak pernah pergi selain ke tempat-tempat ibadah.
Senyum di bibir pemuda itu mengembang. Air matanya menetes. Bahagia campur haru
menjadi satu.
Pemuda itu bernama Idris. Dari perkawinannya dengan perempuan anak pemilik
pohon delima, kelak lahir seorang ulama besar bernama Muhammad bin Idris
Asy-syafi’i atau yang populer dengan sebutan Imam Syafi’i. Seorang imam mazhab
yang dianut oleh mayoritas penduduk di negara-negara Asia Tenggara dan menulis
ratusan kitab rujukan umat Islam kini.
Sebagian menulis nama gadis yang dinikahkan dengan Idris adalah Ruqaiyyah,
sebagian lagi menulisnya Fatimah. Namun, inti cerintanya sama, yakni integritas
seseorang seringkali dibalas dengan ganjaran yang tidak terduga.
Semoga terinspirasi.
KISAH AHLI SYURGA ABU DHOM DHOM
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Esok harinya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.
Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”
Baca Juga : CARA SYETAN MENGECOH MANUSIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar